Rabu, 26 Februari 2014

JIWA SEORANG GURU



 Seorang Guru Berkata : 

"Aku memliki Anak-anak yang keluar dari rahim para orang tua dipenjuru negeri, mereka aku lahirkan dari rahim panggilan jiwa, hati yang tulus dan azam untuk berjuang.  Aku ibu bagi mereka, bukan... aku bukan ibu angkat, atau ibu tiri mereka. Aku Hanya Ibu mereka tanpa ada embel-embel aku seperti ibu mereka. 

Memori ini, fikiran ini, senyum ini, kesedihan, kebanggaan, kebahagiaan yang meliputi perasaanku selalu hadir untuk mereka.  Bahkan tangisku, mimpi-mimpiku, igauan dalam tidurku, doa’-do’a yang terlafalkan  senantiasa untuk mereka.
Ilmu yang aku miliki, ide-ide yang terlahir dari akalku, semangat yang membara dari dadaku adalah untuk mereka. 

Jiwa ini tak ingin lelah untuk memikirkan mereka pada pagi, siang ataupun malam. Meskipun senja telah mewarnai usiaku, aku akan selalu ada untuk mereka. Aku tidak mencari gelar, pangkat atau jabatan. Aku tidak mencari harta dan kemewahan, aku mengharapkan ridho dari Nya untuk melihat  Anak-anakku menjadi pribadi yang berkarakter, berakhlakul karimah, cerdas, kompeten, sukses dalam kehidupannya, mampu mengatasi masalah hidupnya dan menjadi hamba Allah yang ta’at. 

Ya Robbi.... ENGKAUlah sang Murobbi sejati..... tarbiyahku untuk mereka tidak akan masuk kerelung hati, jiwa dan roh mereka tanpa ridho-Mu. Hanya ENGKAU Murobbi yang mampu mendidik Manusia kejalanMu.. melalui hidayahMu... Berikanlah Ilmu yang bermanfaat dan barokah untuk anak-anakku, berikanlah hidayah untuk mereka agar kembali kejalanMU, tempalah jiwa mereka menjadi Insan Kamil. Amin...

Rabu, 12 Februari 2014

MAK TI



Semangat hidup tak pernah redup, apalagi sirna dalam kehidupan Mak Ti, meskipun usianya mulai melayu, wajahnya yang ayu mulai memudar, dan keriput pada garis-garis wajahnya tidak mungkn tersembunyikan.  Senyum Makti selalu mengembang seperti kuncup bunga yang bermekaran.  Bila lelahpun tetap tersimpan tak dipertontonkan.
Terlihat dengan jelas Mak Ti menjalani kehidupannya dengan penuh lapang, dan ikhlas jauh dari mengeluh. Beliau mempunyai 9 orang anak, 5 putri, 4 putra. 2 dari sembilan anaknya sudah tiada, anaknya yang nomor 2  dipanggil oleh ilahi melalui  sakit keras, dengan meninggalkan seorang putri, yang kemudian Mak tilah yang kemudian mengambil alih untuk mengasuh putri yang sudah piatu tersebut. Anak ke 7 meninggal sebelum sempat melihat dunia.
Suami Mak Ti sendiri, Pak Tuwo, sudah hampir 25 tahun tidak bisa melihat, suami Mak Ti mengalami kebutaan karena katarak yang dideritanya, meskipun sudah dioperasi namun kebutaannya tidak berkurang sedikitpun.
Ketiga Putrinya sudah berumah tangga, menempati rumah disamping kanan kiri rumah Mak Ti. Selang beberapa tahun kemudian menyusul 2 putranya menikah.
Sudah menjadi kegiatan Mak Ti dalam sehari-hari, selalu saja ada yang harus dikerjakan oleh Mak Ti, Mulai Makti bangun pada pagi-pagi buta hingga Makti tidur kembali diwaktu selimut malam terpapar dibumi, itupun belum tentu Mak Ti bisa tidur dengan lelap, karena Makti harus menjaga cucu-cucunya yang masih bayi. 2 orang anak Makti menitipkan bayi-bayi mereka kepada Makti,  karena mereka bersama pasangan hidupnya harus bekerja dikota, dan tidak mungkin membawa serta bayi mereka ketempat kerja, menggaji babyi sister mereka pasti tidak mampu. Disamping itu biaya hidup dikota mahal, apalagi untuk keperluan bayi semua serba mahal. Dengan terpaksa bayi mereka dititipkan ke Mak Ti, ibu mereka.
Torek, torek..., suara ulek Mak Ti berlomba-lomba dengan suara kokok ayam, sambil menggendong salah satu cucunya yang masih bayi, Mak ti mempersiapkan sarapan untuk suami, anak dan cucunya. Terlihat Mak Ti meniup-niup tungku berbahan bakar kayu hasil pencarian Mak Ti, dengan asap mengepul-ngepul dengan semangat mak ti membuat makanan untuk keluarganya.
Ketika adzan berkumandang Mak Ti menuju mushola melaksanakan sholat subuh berjama’ah, sepulang dari langgar Mak ti harus membersihkan rumah dan halaman, mencuci peralatan dapur, mencuci pakaian, memberi makan pada hewan piaraannya, ada ayam, bebek dan mentok.
Sebagian pekerjaan rutin Mak ti Usai, Mak ti harus mencari kayu dan menggarap sawah , dan  Sebagaimana biasanya, tapi  sebelum Mak Ti kesawah, Mak Ti harus memandikan dan mendandani  2 bayi dan 2 cucu yang berumur 2 tahun. Untunglah ada salah satu cucu mak ti yang besar, yang menjaga bayi-bayi dan sikecil selama makti disawah.
Seringai mentari memanah bumi, dengan terseok-seok Mak Ti berjalan menyusuri padang rerumputan, dikanan kiri jalan tampak gersang tak ada satupun pepohonan yang berdiri tegak penahan tanah. Hanya pohon perdu yang tumbuh liar disana. Jarak rumah menuju sawah lumayan jauh lebih dari 1 km, dan Mak Ti harus berjalan kaki dengan menantang matahari. Semangatnya masih menyala mengalahkan nyala mentari, tak ada keluh kesah di wajahnya meskipun peluh membasahi sekujur tubuhnya.
Satu kedok sawah harus diolah oleh Makti, hanya itu sawah yang dimiliki. Selain ditanami padi, juga ditanami berbagai macam tanaman palawija, tampak pohon cabe yang berbunga, tomat yang mulai tumbuh daunnya, kacang panjang yang mulai menjalar dan sayur terong yang mulai keluar kentilnya. Sawah tersebut merupakan sumber penghasilan Mak Ti, selain menjadi tukang urut anak-anak, pun tidak jarang Mak Ti diminta untuk memijat orang-orang dewasa. Dan jika musim tanam datang Mak Ti dengan rela menjadi buruh yang dibayar
Setiap panen, hasil panennya disimpan dalam bentuk gabah kering, jika butuh uang belanja, Mak ti tinggal mengambil satu karung gabah untuk dijual. Namun, jika hanya mengendalikan gabah saja tidak lah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak jarang Mak Ti harus pontang panting sendiri mencari lahan untuk menggali lubang, jika ada anaknya yang memberi uang barulah Mak Ti bisa menutup lubang, itupun tidak semua lubang bisa ditutup. Tidak mungkin bagi Mak Ti meminta uang kepada suami yang sudah tidak mampu bekerja. Otak, tangan dan kaki Mak ti tidak pernah berhenti, selalu berputar mencari cara agar tungku didapur terus mengepul. Hari demi hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan bahkan tahun demi tahun Mak Ti terus berputar, bergerak, merangkak, menggapai hidup dan bertahan hidup tanpa lelah, demi anak dan cucu-cucunya,  tanpa lupa memperlihatkan senyum bulan sabitnya. Dan terus mengasuh bayi-bayi anak-anaknya, bayi yang satu tumbuh besar, lahir lagi bayi-bayi yang baru dari rahim putri kandung dan anak mantu. Entah sampai kapan, apakah hingga waktu itu tiba, disaat Mak Ti harus berada didalam keranda, mencium tanah dalam keadaan mata terpejam.

5 TAHUNAN DINEGERI

ketika 5 tahunan datang
berjamuran orang-orang menjajakan dagangan
dagang janji-janji untuk mengambil simpati
mengiklankan diri ditelevisi, membentuk citra diri 

pohon-pohon berbuah baner
tiang-tiang listrik tak kalah menjadi poster
tiang antena tetangga juga ikut menjadi korban

wajah-wajah asing seketika bertandang
mengumbar senyum yang mengandung sejuta makna
foto-foto bertebaran disepanjang jalan
dengan ekspresi berbagai warna

orang-orang menjadi dermawan
membagi uang, kotakan dan almanak
sedekah yang paling ringanpun diobral-obral
entah tulus atau pura pura dalam ketulusan

5 tahunan berlalu, semuapun ikut berlalu
tiada lagi orang bertandang, sedekah yang paling ringanpun menjadi mahal
janji-janji tinggal ilusi,
sang dermawan semakin sembunyi, untuk bertemupun harus buat janji

dibalik benteng kekuasaan dan materi, mereka menutup diri
kepada rakyat tak lagi punya nurani
kebahagiaan diri menjadi prioritas sejati
kesenangan diri dijadikan misi

tutup lobang yang mereka gali menjadi visi
itulah potret tetua negri
tak benurani, tak tahu diri, tak takut mati
tak takut Ilahi

Selasa, 11 Februari 2014

CERPEN : MAHABBAH SADISMU

Saat jubah malam menutup bumi, riuh rendah aktivitas manusia menepi, menyepi, angin malam menari-nari, penjual tahu tek-tek langgananku juga sudah tak tampak lagi, itu artinya malam sudah mulai larut.” Kriiiing.... Kriing...  “ ruangan kos-kosan dikejutkan oleh dering telepon, teman-teman pada berebutan untuk mengangkat dengan harapan telepon itu untuk mereka, maklum pada zaman itu telepon genggam masih belum ada, Jika ada hanya para pengusaha atau kalangan elit yang mampu memilikinya. Meskipun letak telepon dekat dengan kamarku, aku enggan untuk bangun, aku lebih memilih berbaringan dalam kamar yang sumpek dan remang, sendirian sambil menerawang kelangit-langit rumah kosan. “ Zeze...  telpon buatmu.” Teriak  Isma dari luar kamar membuyarkan lamunan. Aku bangkit dan mengangkat telepon. Assalamu’alaikum ... ucapku kepada orang diseberang. Wa’alaikumsalam.. zeze... ini aku Ibad. Oh kamu..” jawabku. Ada apa kok malam-malam telepon? tanyaku lagi pada Ibad yang menurutku tumben banget tengah malam gini menelpon. Besok aku mau main ke kosanmu,” Katanya. Ah jangan  kesini, besok pagi aku mau pulang kampung, kalo kamu kesini tidak akan bertemu denganku, entar sia-sia deh kamu kesini., “ Jawabku dengan penuh keseriusan. Oh gitu.. ya tidak apa-apa.sudah dulu ya” kata Ibad dengan penuh kecewa. Oke... assalamu’alaikum, aku mengakhiri percakapan kami.  Walaikumsalam... suara lirih dari seberang menyahut  dan aku kembali kekamar untuk benar-benar tidur.

Senin, 10 Februari 2014

PENTINGNYA QONA'AH

     Ada sebuah ungkapan, bahwa seluruh dunia ini tidak akan cukup memenuhi keinginan satu orang manusia, akan tetapi cukup memenuhi kebutuhan semua orang yang menghuni bumi ini. Ungkapan tersebut benar adanya, mengingat manusia secara fitrahnya mempunyai hasrat, memiliki akal dan nafsu. setiap manusia mempunyai banyak keinginan, Jika sudah terpenuhi keinginan yang satu timbul lagi keinginan yang dua, tiga dan seterusnya. ketika keinginan untuk mempunyai sepeda terpenuhi, timbul lagi keinginan untuk mempunyai mobil, kemudian kapal pesiar, lalu pesawat jet, setelah terpenuhi muncul lagi keinginan untuk memiliki pulau dan seterusnya. walaupun semua hal yang ada dimuka bumi ini, seluruh dunia ada dalam genggamannya pasti muncul dan timbul keinginan yang lain meskipun keinginannya sangat mustahil. itulah sifat dasar manusia.

Selasa, 04 Februari 2014

SEMUA TERGANTUNG KITA

         Berdasarkan Firman Allah SWT didalam surat At Tin ayat 4  , manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT dalam sebaik-baik bentuk dibanding makhluk lain. hal ini dapat dilihat dari segi jasmaniah maupun rohaniah. secara jasmani postur tubuh manusia bentuknya tegap, berdiri lurus tidak bungkuk seperti ayam, kambing atau hewan yang lain, punya organ tubuh lengkap dan letak masing-masing organ tubuh manusia jika dilihat sangat pantas tidak ada yang aneh. semua tampak proporsional. memiliki tangan yang gunanya untuk mengambil atau membawa sesuatu, kaki untuk berjalan, mulut untuk makan dan semua kelengkapan tubuh punya fungsi sendiri-sendiri, tidak seperti ayam mengambil sesuatu dengan mulut, makan juga dengan mulut.