Saat jubah
malam menutup bumi, riuh rendah aktivitas manusia menepi, menyepi, angin malam
menari-nari, penjual tahu tek-tek langgananku juga sudah tak tampak lagi, itu artinya
malam sudah mulai larut.” Kriiiing.... Kriing... “ ruangan kos-kosan dikejutkan oleh dering
telepon, teman-teman pada berebutan untuk mengangkat dengan harapan telepon itu
untuk mereka, maklum pada zaman itu telepon genggam masih belum ada, Jika ada hanya
para pengusaha atau kalangan elit yang mampu memilikinya. Meskipun letak telepon
dekat dengan kamarku, aku enggan untuk bangun, aku lebih memilih berbaringan
dalam kamar yang sumpek dan remang, sendirian sambil menerawang kelangit-langit
rumah kosan. “ Zeze... telpon buatmu.” Teriak
Isma dari luar kamar membuyarkan lamunan.
Aku bangkit dan mengangkat telepon. Assalamu’alaikum ... ucapku kepada orang
diseberang. Wa’alaikumsalam.. zeze... ini aku Ibad. Oh kamu..” jawabku. Ada apa
kok malam-malam telepon? tanyaku lagi pada Ibad yang menurutku tumben banget
tengah malam gini menelpon. Besok aku mau main ke kosanmu,” Katanya. Ah jangan kesini, besok pagi aku mau pulang kampung,
kalo kamu kesini tidak akan bertemu denganku, entar sia-sia deh kamu kesini., “
Jawabku dengan penuh keseriusan. Oh gitu.. ya tidak apa-apa.sudah dulu ya” kata
Ibad dengan penuh kecewa. Oke... assalamu’alaikum, aku mengakhiri percakapan
kami. Walaikumsalam... suara lirih dari
seberang menyahut dan aku kembali
kekamar untuk benar-benar tidur.
Kokok ayam
dikota besar kedua di Indonesia seperti Surabaya nyaris tidak pernah terdengar
, maklum orang-orang kota siapa yang mau memelihara hewan piaraan seperti ayam,
selain mereka punya kesibukan yang padat, lahan untuk tempat hewan piaraan juga
menjadi permasalahan, apalagi didaerah yang aku tempati hampir rata-rata lahannya
berjamuran dengan rumah kos-kosan. Namun meskipun tidak terdengar kokok ayam,
untuk menandai pagi sudah menjelang, suara adzan menjadi tandanya, apalagi tempat
kosku dekat dengan mushola, suara adzan dari mike spiker sangat jelas menggema
dikendang telingaku. Aku menggeliat,.. ah sudah subuh,” Lirihku. Mengapa jika
fajar shodiq tiba sekujur tubuh merasakan kedinginan, tidak hanya
musim hujan seperti saat ini, tapi setiap musim, dan tak kenal musim. Apa jangan-jangan, setan yang menggangguku
agar aku tidak segera bangun untuk mengambil air wudlu, setan memberikan
stimulus pada nafsuku agar aku merasakan dingin yang amat dan merasakan nikmat
yang sangat ketika selimut aku tarik keatas sambil mengapit tubuhku dan membentuk udang, “ batinku. Astaghfirullahal
Adzim... aku bangkit dan langsung menuju kekamar mandi untuk membasuh muka
sekaligus berwudlu kemudian menuju kemushola untuk melaksanakan sholat subuh.
Hari masih
gelap, mentari belum menampakkan senyumnya, siluet merah kekuningan dicakrawala
juga belum terlukis. Tok, tok, tok... Assalamu’alaikum... sayup-sayup kudengar suara daun pintu rumah
kos-kosan diketuk ketuk, sejenak aku mengintip dari kamar terdengar suara
seseorang mengucapkan salam. Wa’alaikumsalam.... Siapa pagi-pagi buta bertamu,
“ Batinku. Aku keluar kamar dan membuka pintu, sejenak aku terkejut, didepan
pintu kosan sudah berdiri laki-laki yang tadi malam menelponku. Loh kamu
Ibad???? Kok pagi-pagi sekali kesini kan aku sudah bilang kalau pagi ini aku
akan pulang kampung,’ cerocosku. Ibad
diam saja. Ini aku mau siap-siap pulang baru saja aku selesai mandi dan
sebentar lagi berangkat,” meluncur lagi sebuah penjelasan dari bibirku untuk Ibad, dan Ibad tetap diam. Hmm... aneh banget orang ini,tidak
seperti biasanya” Batinku.
Aku tinggalkan
dia, dan aku balik kekamarku untuk prepare barang-barang yang mesti aku bawa
pulang, sejenak kutengok dia, ternyata dia masih didepan teras, duduk dan
membisu seperti patung. Aneh banget orang ini,” batinku lagi.
Aku keluar dari kosan dengan menenteng tas dipundak. “Ibad, aku mau
pulang, kamu pulanglah kerumah ngapain disini, besok jika aku dah balik kamu
bisa kesini lagi, tapi hari ini aku harus pulang uangku sudah habis,” kataku.
Dia berdiri dengan tetap membisu, tanpa suara tanpa ekspresi dirautnya. Aku
berjalan menyusuri jalanan, dia juga berjalan mengikutiku dari belakang, ku
toleh dia sambil melempar senyum kepadanya, dia tetap sama tanpa ekspresi,
sungguh luar biasa aneh, dan asing dimataku. Kami berteman sejak SMA dan sudah
seperti saudara, tapi hari ini aku sungguh tidak mengenalnya, dia terasa asing,
dingin dan entah ada sesuatu yang terasa
mengganjal tentang sikapnya hari ini tanpa mampu di uraikan. Tapi aku tidak memikirkan keanehan sikapnya hari ini, aku
cuek saja dan tidak peduli. Ku lirik
lagi kebelakang, dia masih saja mengikutiku. Aku berhenti menunggu Bis Kota,
dia juga ikut berhenti. Aku naik bis kota dia juga ikut naik, anehnya lagi dia
tidak duduk disampingku dia memilih duduk dibelakangku. Aku tetap tidak
memikirkan keganjalan sikap dia hari ini. Pikirku, mungkin nanti dia akan turun dimana gitu, tapi
ketika terminal bis antar daerah sudah kelihatan, ternyata dia masih duduk
dibelakangku, sampailah aku keterminal dia masih terus mengikutiku. Aku pindah
Bis menuju kotaku, ternyata dia juga naik bis yang sama denganku, duduk
dibelakangku. aku hanya senyum melihat dia, ada apa dengan dia. Tapi aku hanya
bertanya pada diriku sendiri, bertanya pada hatiku. Dan aku tetap tidak terlalu
memikirkan akan hal itu. Akhirnya sampai dipertigaan arah jalan kerumahku, aku
harus siap-siap turun, aku bangkit dari dudukku, dia juga ikut bangkit. Aku
berjalan menuju sopir dia juga mengikutiku, aku turun dari bis, dan kulihat dia
masih berada didalam bis yang melaju sambil berdiri didepan pintu, aku tertegun
sebentar tidak lama kemudian aku melanjutkan perjalanan pulang.
“Nduk... Ibu
belum Punya uang untuk uang sakumu besok, ibu Belum dapat hutangan,” belum
sirna rasa lelahku dari perjalanan sudah diperdengarkan suara keluhan
ibuku. Aku terdiam dengan rasa sedih,
aku sadar ekonomi keluargaku pasa-pasan apalagi abah hanya guru mengaji tanpa
dibayar, Ibuku juga tidak bekerja, beliau murni sebagai ibu rumah tangga,
mbakku pendidikannya hanya dipesantren, sudah menikah dan ikut suami. ketika
aku disuruh memilih nyantren atau kuliah aku memilih kuliah, aku masuk
keperguruan tinggi negeri dengan modal
nekat, jadi aku teramat mafhum dengan kondisi ekonomi keluargaku dan mafhum
juga jika ibu mengungkapkan apa yang tengah menjadi masalah kami saat ini.
Aku masih enggan bertemu abahku, karena dalam
dadaku ada rasa sakit dan takut kepada abah. Tuduhan abah, pikiran negatifnya
abah terhadapku, terhadap pergaulanku menyakitiku. Padahal tuduhan itu tidaklah
benar, abah hanya mengira-ngira, maklum beliau belum pernah punya pengalaman
mempunyai anak yang sekolah ditempat yang jauh, apalagi aku seorang
perempuan. aku adalah pengalaman abah
yang pertama yang dengan rela mengirimkan putrinya ke perguruan tinggi. Tapi bagaimana lagi, mendengar ucapan abah
yang teramat sakit aku hanya bisa menangis dan menyimpan rasa sakit didada,
mengingat abah adalah orang yang sangat keras, dan sangat menjunjung
aturan-aturan Agama. Aku benci pada abah.
Aku masuk kekamar, kebetulan saat itu aku dapat
diskon dari Allah SWT, diharamkan bagiku untuk sholat, membaca Al Qur’an dan
puasa. Aku kedatangan tamu bulanan, jadi tidak ada tanggungan sholat untukku.
Aku langsung merebahkan tubuhku diranjang, dengan penuh kelelahan, hati yang
sakit dan sedih. aku tertidur tanpa sebelumnya mencuci kaki, tangan dan muka.
Bahkan do’a-do’a, ayat-ayat Tuhan yang biasanya aku lafalkan sebelum tidurpun
lupa aku panjatkan. Aku terlelap dalam tidur, terbuai dalam mimpi.
Dalam remang terlihat bayang-bayang sosok
laki-laki, dia mendekatiku kemudian duduk disampingku lalu dia berbaring
disampingku, wajahnya tidak asing bagiku, “ Dia Abid” hanya bedanya rambut
Abid, selama ini berambut gondrong, tapi yang ini tidak, rambutnya cepak dan rapi. Sedetik kemudian
aku tidur kembali. Kulihat Dari langit
ada cahaya kecil kekuningan jatuh, slep...
masuk kedalam mata kiriku, aku terbangun. Ternyata aku mimpi. Namun, mimpi itu
terasa nyata, dan sangat terasa, ada sesuatu yang mengganjal dimata kiriku. Aku
tidak banyak cakap, bahkan ibuku pun tidak aku beritahu tentang mimpiku. Aku
sudah ingin segera balik kesurabaya. Aku pamit tanpa cerita ba bi bu, kusimpan
sendiri, kupendam sendiri dalam kecuekanku.
Perjalanan ke
Surabaya, tidak seperti biasa, hari itu bis terasa begitu cepat, jalanan juga
lancar tidak ada hambatan apapun, tak terasa aku sudah nyampe di halaman
kampusku. Menuju ketempat kosku aku memilih jalur alternatif lewat gang kecil
belakang kampus lebih cepat nyampeknya. Sesampainya aku didepan kosku, aku tertegun, didepanku sudah ada
laki-laki yang berdiri disana, kaget campur senang. Laki-laki itu adalah Abid.
Darimana dia tahu kalau hari ini aku sudah balik kesurabaya? “ Dia tetap
seperti kemarin tanpa ekspresi, aku sendiri merasa girang melihatnya karena ada
sesuatu yang ingin aku ceritakan kepadanya.
,”kamu Sudah
disini Bid? Kemarin kemana? Ayo masuk,”! cerocosku. Kemarin ke Tuban,” jawabnya
sambil duduk dikursi tamu. Ohya, aku kemarin mimpi, aku mimpi kamu tidur
disebelahku, tapi rambutmu pendek,” ceritaku padanya. “Iya aku masuk kedalam mimpimu,” sahutnya. Ooh, aku
terpekik. Kemudian aku ceritakan semua mimpiku yang lain. Termasuk cahaya yang
jatuh dan masuk kedalam mata kiriku yang sampai detik ini masih terasa ada
sesuatu dalam mataku. Aku berharap dia
menjelaskan sesuatu, mungkin dia tahu sesuatu. “Hmmm... itu telepati,” Katanya. Telepati?? Apa itu? Dan untuk apa, gunanya apa ? apa kamu yang mengirimkan
?,” aku menyerbunya dengan
pertanyaan-pertanyaan.” Iya aku yang mengirimkan,” Jawabnya. Ou, aku melongo, kudengarkan penjelasan dia,
bahwa telepati itu komunikasi lewat hati, nanti aku bisa berkomunikasi dengan
dia walaupun jaraknya jauh, tanpa memerlukan alat-alat lain seperti surat atau
telepon. Itu kesimpulan yang aku tarik dari penjelasan dia. Aku hanya mantuk
mantuk meski tidak begitu mengerti. “Nanti jika aku sudah pergi dari tempat
kosan ini, sebut namaku ya, agar telepati itu bisa berfungsi,” ujarnya.
Kemudian dia pamit.
Aku adalah
perempuan yang awam, dan dalam hatiku tidak pernah sedikitpun memiliki sak sangka keburukan terhadap orang lain. Aku
selalu beranggapan semua orang itu baik,
tidak ada yang jahat. Aku tidak pernah berburuk sangka kepada orang lain,
apalagi temanku yang sudah aku anggap sebagai saudara, kakak. Setelah kepergian
dia dari tempat kosku, bayang-bayangnya juga sudah menghilang, aku menyebut
namanya. “Ibad”. Seketika mataku melihat
sosok laki-laki, mirip dengan dia. Orang yang sama dengan yang ada dalam
mimpiku. Dia mengajakku berbicara. “ selama ini, sebelum tidur apa yang kamu
baca ?,” tanyanya. Aku membaca syahadat, kemudian membaca do’a sebelum tidur,
membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas masing-masing 3X, aku juga membaca
ayat kursi 3x kemudian aku tiupkan kedua telapak tanganku lalu aku usapkan
keseluruh muka dan bagian tubuhku,” kicauku. “Pantas, kamu sulit untuk
dimasuki,” Ujarnya. Tiba-tiba sosok itu
meraba tubuhku, menggerayangi seluruh tubuhku, aku kaget dan teriak hussh
pergi... pergi sambil kakiku menendang-nendangnya, tapi sosok itu terus saja
mendekatiku dan menggerayangiku aku terus saja menendang-menendang hingga aku
tertidur.
Seperti biasa
ba’da sholat ashar aku mencoba untuk istiqomah membaca Al-Qur’an, sudah
kebiasaan aku membaca kalam ilahi dikursi tamu dekat jendela. Ditengah-tengah
aku melantunkan ayat-ayat suci, aku dikagetkan dengan seekor macan putih besar
berdiri disampingku. Mataku nanar, apa ini, siapa kamu? Dia bilang dia
penjagaku, ada yang menugasinya untuk menjagaku. Aku tidak percaya, aku usir
dia. Entah jika ada orang melihat, sangatlah pantas aku disebut orang gila, tidak waras,
berbicara sendiri. Maghrib tiba, satu jam kemudian datang waktu Isya’ selesai
bersujud kepadaNya diwaktu Isya’ , semakin banyak sosok-sosok yang aku lihat,
ada laki-laki tua, ada pemuda ada juga seperti malaikat dan ada juga wanita.
Ketika dzikirku terhenti, aku menyadari bahwa mereka adalah salah satu makhluk
Allah SWT yang ghaib, yaitu Jin. Seketika kudengar suara tertawa terbahak-bahak,
mereka ada banyak. Aku merinding, dan terus berdzikir. Tanpa berpikir lagi aku
lari keluar mencari seseorang yang bisa memberikan aku penjelasan. Kakiku terus berlari tanpa sadar aku menuju warung
telepon dan memencet nomor yang ada digenggamanku. “ Assalamu’alaikum...
zeze... terdengar suara abah dari jauh. Wa’alaikumsalam bah.. dalam pecahnya
tangisan kuceritakan semua yang terjadi padaku dan semua yang aku lihat. “
Sabar, teruslah berdzikir dan membaca ayat-ayat qur’an, bertahanlah, kamu harus
kuat Besok Ibu akan menjemputmu,” kata abahku dari sana.
Aku kembali ke
kosan, mengapa teman-teman kosku juga belum ada yang balik-balik? Kuberanikan diri aku tidur
sendiri didalam kos yang sepi. Aku ditemani oleh sosok-sosok yang antara asing
dan tidak asing buatku. Aku tertidur lelap dan lelap.
Menanti adalah
pekerjaan yang membosankan dan butuh kesabaran, ibuku tak jua kunjung tiba
menjemputku pulang. Aku menunggu, dalam
penantianku Abid muncul ditempat kosku. Kuceritakan semua, dia hanya diam,
tanpa penjelasan.
Aku mencoba
mengalihkan hatiku, memecah pikiranku agar tidak teringat dan terbayang-bayang
dengan sosok-sosok itu. Sambil menunggu kedatangan ibu, aku keperpustakaan
kulalui jalan yang berdebu, namun kakiku terasa berat, sepertinya ada sesuatu yang bergelayut dikakiku, ada juga
yang terus mengikutiku, ku tengok sosok-sosok itu tak mau pergi dariku.
Seperti dipukul
dengan martil, dan seperti menyunggi batu sangat terasa dikepalaku. Aku tidak
sanggup lagi menunggu ibu lama-lama. Aku nekat pulang sendiri.
Linglung dan
terseok-seok hatiku, aku duduk diatas bis menuju kotaku, aku pikir aku pulang
sendiri ternyata disampingku ada sosok-sosok itu, begitu jelas wajah mereka.
Yang satunya sedikit tua, dan bersahaja
dia seperti kakekku. Walaupun aku belum pernah melihat wajah kakekku
tapi aku merasa dia adalah kakekku. Sosok satunya laki-laki muda yang tampan
dan gagah, mereka setia menemaniku dalam perjalanan pulang. Mereka berdua
mengapit kedua lenganku, menuntuntku turun dari bis, menuntunku melewati jalanan
yang licin, akibat hujan yang baru saja berderai-derai didesaku,
“Lo.. kok
pulang sendiri ndok,” teriak abahku sambil tergopoh-gopoh ingin menggapai
tubuhku. Seketika Pecah tangisku , “ Abah..... Maafkan Aku, maafkan atas semua
kesalahanku,” jeritku sambil merangkul abah. “ iya tidak apa-apa ndok,” jawab
abahku sambil merangkulku, kemudian memegang leherku dan kulihat bibir abah
bergerak gerak melafalkan sesuatu,”. Sakiittttttttt, ampuuun.” Pikiranku
hilang, aku pingsan.
( Aku suka mbak zeze bah... biarkan aku menikah dengan mbak zeze...
Izinkan aku dengan mbak zeze.. ,” . “jangan ganggu anakku pergi dari tubuh
anakku. “)
Hanya
wajah Abid, tiang rumah adalah Abid,
semua orang adalah Abid.
Ibu.. Abid kok g kesini ya... Abid dimana bu.. apa tadi dia kesini?
Oh besok jam 10 Abid kesini bu..... benarlah terbukti jam 10 Abid kerumah.
“Kamu apakan
anakku ha???,” dengan mata menyalang dan suara garang abah menatap Abid. “aku
tidak ngapa-ngapain dia,” jawabnya. “Kok bisa seperti ini?,” Abah bertanya dengan
peraan sedih yang mendera-dera. “ Aku suka zeze,tapi dia menolakku,” jawab
Abid, dengan berani. “ Awas, jika tidak kamu cabut apa yang kamu tanam, akan
kamu terima akibatnya,” Bergeretakan gigi abah menahan amarah. “ Iya, 40 hari
lagi akan hilang,” jawab Abid mantap. “Pergi kamu dari sini aku tidak ingin
melihat wajahmu, dan jangan lagi kamu dekati anakku,” Kata Abah dengan geram. Dengan tanpa merasa bersalah Abid pergi
meninggalkan kediamanku.
Abid... Kok
tidak kesini ? kursi adalah abid, tiang rumah adalah abid, meja adalah abid,
laki perempuan adalah abid. Semua adalah abid. 40 hari adalah abid, hanya abid.
Benar-benar sudah menjadi orang gila.
Alhamdulillah ....
kamu sudah lebih baik ndook?,” dengan penuh kasih sayang bercampur sedih ibu membelai
rambut ku. Teman kamu Akbar sangat baik padamu, dia yang menjagamu dan
merawatmu mencari obat untukmu. Kasihan ndok mengapa tidak kamu terima saja cintanya?
Toh dia laki-laki yang baik, agamanya juga baik,” ujar ibu. Aku tidak suka bu,
tidak tahu mengapa,” jawabku.
“Ibu.. Aku
ingin kembali lagi ke Surabaya. Aku ingin melanjutkan kuliahku, tinggal
selangkah lagi aku akan lulus, aku ingin berhasil ibu,” Rengekku pada ibu. “ Iya nduk tapi tidak
sekarang tunggu 1 minggu lagi, ibu khawatir terjadi apa-apa denganmu, kamu
kadang masih pingsan g sadarkan diri,” Terang ibuku. “ Aku akan kuat ibu, aku
pasti kuat melawan semua gangguan-gangguan yang datang kepadaku, dikampus aku
tinggal mengerjakan skripsi, aku sudah tertinggal, teman-temanku sebentar lagi
sudah pada wisuda. Aku tidak ingin perjuangan ibu dan abah dalam membiayai
pendidikanku diperguruan tinggi terbuang sia-sia. Aku ingin menjadi guru. Dan membantu
menyekolahkan adik-adikku. “ Rengekku kembali terdengar. Dengan terisak-isak,
ibu berkata :” iya ndok, besok kamu boleh kembali kesurabaya, tapi jika ada
apa-apa kamu langsung hubungi rumah atau langsung minta antar temanmu pulang,
dan jangan lagi bertemu atau bergaul dengan Abid.” Iya bu,” jawabku.
Syukurlah zeze, kamu bisa kembali
seperti sediakala, dan berkumpul dengan kami,” seru teman-temanku. Aku Cuma tersenyum.
Ku lihat lagi kamarku yang sudah 1 semester aku tinggalkan, semakin remang dan
penuh debu, hari pertama balik ke kosan kegiatan utama dan pertama adalah
bersih-bersih kamar. Alhamdulillah aku sudah kembali dan bisa bergaul dengan
teman-temanku lagi. Meskipun masih ada sisa-sisa makhluk ghaib menggangguku. Tapi aku akan terus berjuang,
melawan dan tidak mau kalah, jiwaku harus menjadi milikku, harus berada dalam
penguasaanku. Jangan sampai dikuasai makhluk lain. Aku sungguh tidak ridho jika
jiwaku, hatiku dikuasai oleh mereka, dan diobrak abrik oleh mereka. Jiwaku adalah
rumahku, aku harus menjaganya agar tetap utuh.
“Kriiing....
Kriiing... Kriing, telepon berdering, isma yang mengangkat teleponnya. “Zeze...
ada telepon untukmu,” teriak isma. Aku hentikan pekerjaanku yang hampir
selesai. “Assalamu’alaikum,” ucapku. “wa’alaikumsalam.. zeze.., “ terdengar
suara yang tidak asing dari seberang sana. Dek,! Aku terkejut. “Kamu bid? Ada apa
telepon aku ? ,” Jawabku. “Aku ingin ke kosanmu,” jawabnya. “ Gini Bid, kita
tidak usah lagi berteman atau bertemu, orang tuaku melarangku berteman denganmu
jadi jangan ganggu aku,” ujarku. Hening sejenak tanpa ada suara.” Bid, Jujur
aku ingin bertanya padamu, Apa kamu memang suka kepadaku? Cinta kepadaku? ,”
tanyaku. “iya, aku suka kamu ze. Tapi aku tau diri dan aku juga tidak berani
mengungkapkan perasaanku kamu pasti akan menolakku,” Jawabnya. Tapi jika kamu
cinta aku mengapa kamu lakukan semua itu kepadaku ? mengapa kamu menghancurkan
jiwaku? Mengapa kamu membiarkan aku seperti itu? Sakit bid,” ujarku. “ Cinta
memang kejam ze,” jawab Abid sebagai penutup pembicaraan kami.
Waktu terus berjalan sesuai
dengan tugas dan fungsinya, semua berjalan seperti biasa, aku kembali aktifitas
dengan kuliahku yang tinggal selangkah lagi. Akhirnya aku lulus kuliah,
diwisuda kemudian mengabdikan diri disebuah lembaga pendidikan. Mengajar dan
mendidik putra putri bangsa dengan penuh kebahagiaan. Dan ibuku memandangku
penuh bangga dan haru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar