Selasa, 11 Februari 2014

CERPEN : MAHABBAH SADISMU

Saat jubah malam menutup bumi, riuh rendah aktivitas manusia menepi, menyepi, angin malam menari-nari, penjual tahu tek-tek langgananku juga sudah tak tampak lagi, itu artinya malam sudah mulai larut.” Kriiiing.... Kriing...  “ ruangan kos-kosan dikejutkan oleh dering telepon, teman-teman pada berebutan untuk mengangkat dengan harapan telepon itu untuk mereka, maklum pada zaman itu telepon genggam masih belum ada, Jika ada hanya para pengusaha atau kalangan elit yang mampu memilikinya. Meskipun letak telepon dekat dengan kamarku, aku enggan untuk bangun, aku lebih memilih berbaringan dalam kamar yang sumpek dan remang, sendirian sambil menerawang kelangit-langit rumah kosan. “ Zeze...  telpon buatmu.” Teriak  Isma dari luar kamar membuyarkan lamunan. Aku bangkit dan mengangkat telepon. Assalamu’alaikum ... ucapku kepada orang diseberang. Wa’alaikumsalam.. zeze... ini aku Ibad. Oh kamu..” jawabku. Ada apa kok malam-malam telepon? tanyaku lagi pada Ibad yang menurutku tumben banget tengah malam gini menelpon. Besok aku mau main ke kosanmu,” Katanya. Ah jangan  kesini, besok pagi aku mau pulang kampung, kalo kamu kesini tidak akan bertemu denganku, entar sia-sia deh kamu kesini., “ Jawabku dengan penuh keseriusan. Oh gitu.. ya tidak apa-apa.sudah dulu ya” kata Ibad dengan penuh kecewa. Oke... assalamu’alaikum, aku mengakhiri percakapan kami.  Walaikumsalam... suara lirih dari seberang menyahut  dan aku kembali kekamar untuk benar-benar tidur.
Kokok ayam dikota besar kedua di Indonesia seperti Surabaya nyaris tidak pernah terdengar , maklum orang-orang kota siapa yang mau memelihara hewan piaraan seperti ayam, selain mereka punya kesibukan yang padat, lahan untuk tempat hewan piaraan juga menjadi permasalahan, apalagi didaerah yang aku tempati hampir rata-rata lahannya berjamuran dengan rumah  kos-kosan.  Namun meskipun tidak terdengar kokok ayam, untuk menandai pagi sudah menjelang,  suara adzan menjadi tandanya, apalagi tempat kosku dekat dengan mushola, suara adzan dari mike spiker sangat jelas menggema dikendang telingaku. Aku menggeliat,.. ah sudah subuh,” Lirihku. Mengapa jika fajar shodiq tiba sekujur tubuh merasakan kedinginan, tidak hanya musim hujan seperti saat ini, tapi setiap musim, dan tak kenal musim. Apa jangan-jangan, setan yang menggangguku agar aku tidak segera bangun untuk mengambil air wudlu, setan memberikan stimulus pada nafsuku agar aku merasakan dingin yang amat dan merasakan nikmat yang sangat ketika selimut aku tarik keatas sambil mengapit tubuhku dan  membentuk udang, “ batinku. Astaghfirullahal Adzim... aku bangkit dan langsung menuju kekamar mandi untuk membasuh muka sekaligus berwudlu kemudian menuju kemushola untuk melaksanakan sholat subuh.
Hari masih gelap, mentari belum menampakkan senyumnya, siluet merah kekuningan dicakrawala juga belum terlukis. Tok, tok, tok... Assalamu’alaikum...  sayup-sayup kudengar suara daun pintu rumah kos-kosan diketuk ketuk, sejenak aku mengintip dari kamar terdengar suara seseorang mengucapkan salam. Wa’alaikumsalam.... Siapa pagi-pagi buta bertamu, “ Batinku. Aku keluar kamar dan membuka pintu, sejenak aku terkejut, didepan pintu kosan sudah berdiri laki-laki yang tadi malam menelponku. Loh kamu Ibad???? Kok pagi-pagi sekali kesini kan aku sudah bilang kalau pagi ini aku akan pulang kampung,’ cerocosku.  Ibad diam saja. Ini aku mau siap-siap pulang baru saja aku selesai mandi dan sebentar lagi berangkat,” meluncur lagi sebuah penjelasan dari bibirku untuk  Ibad, dan Ibad  tetap diam. Hmm... aneh banget orang ini,tidak seperti biasanya” Batinku.
Aku tinggalkan dia, dan aku balik kekamarku untuk prepare barang-barang yang mesti aku bawa pulang, sejenak kutengok dia, ternyata dia masih didepan teras, duduk dan membisu seperti patung. Aneh banget orang ini,” batinku lagi.
Aku keluar dari kosan dengan menenteng tas dipundak. “Ibad, aku mau pulang, kamu pulanglah kerumah ngapain disini, besok jika aku dah balik kamu bisa kesini lagi, tapi hari ini aku harus pulang uangku sudah habis,” kataku. Dia berdiri dengan tetap membisu, tanpa suara tanpa ekspresi dirautnya. Aku berjalan menyusuri jalanan, dia juga berjalan mengikutiku dari belakang, ku toleh dia sambil melempar senyum kepadanya, dia tetap sama tanpa ekspresi, sungguh luar biasa aneh, dan asing dimataku. Kami berteman sejak SMA dan sudah seperti saudara, tapi hari ini aku sungguh tidak mengenalnya, dia terasa asing, dingin dan entah ada sesuatu yang  terasa mengganjal tentang sikapnya hari ini tanpa mampu di uraikan. Tapi aku tidak  memikirkan keanehan sikapnya hari ini, aku cuek saja dan tidak peduli.  Ku lirik lagi kebelakang, dia masih saja mengikutiku. Aku berhenti menunggu Bis Kota, dia juga ikut berhenti. Aku naik bis kota dia juga ikut naik, anehnya lagi dia tidak duduk disampingku dia memilih duduk dibelakangku. Aku tetap tidak memikirkan keganjalan sikap dia hari ini. Pikirku,  mungkin nanti dia akan turun dimana gitu, tapi ketika terminal bis antar daerah sudah kelihatan, ternyata dia masih duduk dibelakangku, sampailah aku keterminal dia masih terus mengikutiku. Aku pindah Bis menuju kotaku, ternyata dia juga naik bis yang sama denganku, duduk dibelakangku. aku hanya senyum melihat dia, ada apa dengan dia. Tapi aku hanya bertanya pada diriku sendiri, bertanya pada hatiku. Dan aku tetap tidak terlalu memikirkan akan hal itu. Akhirnya sampai dipertigaan arah jalan kerumahku, aku harus siap-siap turun, aku bangkit dari dudukku, dia juga ikut bangkit. Aku berjalan menuju sopir dia juga mengikutiku, aku turun dari bis, dan kulihat dia masih berada didalam bis yang melaju sambil berdiri didepan pintu, aku tertegun sebentar tidak lama kemudian aku melanjutkan perjalanan pulang.
“Nduk... Ibu belum Punya uang untuk uang sakumu besok, ibu Belum dapat hutangan,” belum sirna rasa lelahku dari perjalanan sudah diperdengarkan suara keluhan ibuku.  Aku terdiam dengan rasa sedih, aku sadar ekonomi keluargaku pasa-pasan apalagi abah hanya guru mengaji tanpa dibayar, Ibuku juga tidak bekerja, beliau murni sebagai ibu rumah tangga, mbakku pendidikannya hanya dipesantren, sudah menikah dan ikut suami. ketika aku disuruh memilih nyantren atau kuliah aku memilih kuliah, aku masuk keperguruan tinggi negeri  dengan modal nekat, jadi aku teramat mafhum dengan kondisi ekonomi keluargaku dan mafhum juga jika ibu mengungkapkan apa yang tengah menjadi masalah kami saat ini.
Aku  masih enggan bertemu abahku, karena dalam dadaku ada rasa sakit dan takut kepada abah. Tuduhan abah, pikiran negatifnya abah terhadapku, terhadap pergaulanku menyakitiku. Padahal tuduhan itu tidaklah benar, abah hanya mengira-ngira, maklum beliau belum pernah punya pengalaman mempunyai anak yang sekolah ditempat yang jauh, apalagi aku seorang perempuan.  aku adalah pengalaman abah yang pertama yang dengan rela mengirimkan putrinya ke perguruan tinggi.  Tapi bagaimana lagi, mendengar ucapan abah yang teramat sakit aku hanya bisa menangis dan menyimpan rasa sakit didada, mengingat abah adalah orang yang sangat keras, dan sangat menjunjung aturan-aturan Agama. Aku benci pada abah.
Aku  masuk kekamar, kebetulan saat itu aku dapat diskon dari Allah SWT, diharamkan bagiku untuk sholat, membaca Al Qur’an dan puasa. Aku kedatangan tamu bulanan, jadi tidak ada tanggungan sholat untukku. Aku langsung merebahkan tubuhku diranjang, dengan penuh kelelahan, hati yang sakit dan sedih. aku tertidur tanpa sebelumnya mencuci kaki, tangan dan muka. Bahkan do’a-do’a, ayat-ayat Tuhan yang biasanya aku lafalkan sebelum tidurpun lupa aku panjatkan. Aku terlelap dalam tidur, terbuai dalam mimpi.
 Dalam remang terlihat bayang-bayang sosok laki-laki, dia mendekatiku kemudian duduk disampingku lalu dia berbaring disampingku, wajahnya tidak asing bagiku, “ Dia Abid” hanya bedanya rambut Abid, selama ini berambut gondrong, tapi yang ini tidak,  rambutnya cepak dan rapi. Sedetik kemudian aku tidur kembali. Kulihat  Dari langit ada cahaya kecil kekuningan jatuh,  slep... masuk kedalam mata kiriku, aku terbangun. Ternyata aku mimpi. Namun, mimpi itu terasa nyata, dan sangat terasa,  ada  sesuatu yang mengganjal dimata kiriku. Aku tidak banyak cakap, bahkan ibuku pun tidak aku beritahu tentang mimpiku. Aku sudah ingin segera balik kesurabaya. Aku pamit tanpa cerita ba bi bu, kusimpan sendiri, kupendam sendiri dalam kecuekanku.
Perjalanan ke Surabaya, tidak seperti biasa, hari itu bis terasa begitu cepat, jalanan juga lancar tidak ada hambatan apapun, tak terasa aku sudah nyampe di halaman kampusku. Menuju ketempat kosku aku memilih jalur alternatif lewat gang kecil belakang kampus lebih cepat nyampeknya. Sesampainya aku didepan  kosku, aku tertegun, didepanku sudah ada laki-laki yang berdiri disana, kaget campur senang. Laki-laki itu adalah Abid. Darimana dia tahu kalau hari ini aku sudah balik kesurabaya? “ Dia tetap seperti kemarin tanpa ekspresi, aku sendiri merasa girang melihatnya karena ada sesuatu yang ingin aku ceritakan kepadanya.
,”kamu Sudah disini Bid? Kemarin kemana? Ayo masuk,”! cerocosku. Kemarin ke Tuban,” jawabnya sambil duduk dikursi tamu. Ohya, aku kemarin mimpi, aku mimpi kamu tidur disebelahku, tapi rambutmu pendek,” ceritaku padanya. “Iya aku masuk  kedalam mimpimu,” sahutnya. Ooh, aku terpekik. Kemudian aku ceritakan semua mimpiku yang lain. Termasuk cahaya yang jatuh dan masuk kedalam mata kiriku yang sampai detik ini masih terasa ada sesuatu dalam mataku.  Aku berharap dia menjelaskan sesuatu, mungkin dia tahu sesuatu. “Hmmm... itu telepati,” Katanya.  Telepati?? Apa itu? Dan untuk  apa, gunanya apa ? apa kamu yang mengirimkan ?,” aku menyerbunya  dengan pertanyaan-pertanyaan.” Iya aku yang mengirimkan,” Jawabnya.  Ou, aku melongo, kudengarkan penjelasan dia, bahwa telepati itu komunikasi lewat hati, nanti aku bisa berkomunikasi dengan dia walaupun jaraknya jauh, tanpa memerlukan alat-alat lain seperti surat atau telepon. Itu kesimpulan yang aku tarik dari penjelasan dia. Aku hanya mantuk mantuk meski tidak begitu mengerti. “Nanti jika aku sudah pergi dari tempat kosan ini, sebut namaku ya, agar telepati itu bisa berfungsi,” ujarnya. Kemudian dia pamit.
Aku adalah perempuan yang awam, dan dalam hatiku tidak pernah sedikitpun memiliki  sak sangka keburukan terhadap orang lain. Aku selalu beranggapan semua orang  itu baik, tidak ada yang jahat. Aku tidak pernah berburuk sangka kepada orang lain, apalagi temanku yang sudah aku anggap sebagai saudara, kakak. Setelah kepergian dia dari tempat kosku, bayang-bayangnya juga sudah menghilang, aku menyebut namanya. “Ibad”.  Seketika mataku melihat sosok laki-laki, mirip dengan dia. Orang yang sama dengan yang ada dalam mimpiku. Dia mengajakku berbicara. “ selama ini, sebelum tidur apa yang kamu baca ?,” tanyanya. Aku membaca syahadat, kemudian membaca do’a sebelum tidur, membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas masing-masing 3X, aku juga membaca ayat kursi 3x kemudian aku tiupkan kedua telapak tanganku lalu aku usapkan keseluruh muka dan bagian tubuhku,” kicauku. “Pantas, kamu sulit untuk dimasuki,” Ujarnya.  Tiba-tiba sosok itu meraba tubuhku, menggerayangi seluruh tubuhku, aku kaget dan teriak hussh pergi... pergi sambil kakiku menendang-nendangnya, tapi sosok itu terus saja mendekatiku dan menggerayangiku aku terus saja menendang-menendang hingga aku tertidur.
Seperti biasa ba’da sholat ashar aku mencoba untuk istiqomah membaca Al-Qur’an, sudah kebiasaan aku membaca kalam ilahi dikursi tamu dekat jendela. Ditengah-tengah aku melantunkan ayat-ayat suci, aku dikagetkan dengan seekor macan putih besar berdiri disampingku. Mataku nanar, apa ini, siapa kamu? Dia bilang dia penjagaku, ada yang menugasinya untuk menjagaku. Aku tidak percaya, aku usir dia. Entah jika ada orang melihat, sangatlah  pantas aku disebut orang gila, tidak waras, berbicara sendiri. Maghrib tiba, satu jam kemudian datang waktu Isya’ selesai bersujud kepadaNya diwaktu Isya’ , semakin banyak sosok-sosok yang aku lihat, ada laki-laki tua, ada pemuda ada juga seperti malaikat dan ada juga wanita. Ketika dzikirku terhenti, aku menyadari bahwa mereka adalah salah satu makhluk Allah SWT yang ghaib, yaitu Jin. Seketika kudengar suara tertawa terbahak-bahak, mereka ada banyak. Aku merinding, dan terus berdzikir. Tanpa berpikir lagi aku lari keluar mencari seseorang yang bisa memberikan aku penjelasan.  Kakiku terus berlari tanpa sadar aku menuju warung telepon dan memencet nomor yang ada digenggamanku. “ Assalamu’alaikum... zeze... terdengar suara abah dari jauh. Wa’alaikumsalam bah.. dalam pecahnya tangisan kuceritakan semua yang terjadi padaku dan semua yang aku lihat. “ Sabar, teruslah berdzikir dan membaca ayat-ayat qur’an, bertahanlah, kamu harus kuat Besok Ibu akan menjemputmu,” kata abahku dari sana.
Aku kembali ke kosan, mengapa teman-teman kosku juga belum ada yang  balik-balik? Kuberanikan diri aku tidur sendiri didalam kos yang sepi. Aku ditemani oleh sosok-sosok yang antara asing dan tidak asing buatku. Aku tertidur lelap dan lelap.
Menanti adalah pekerjaan yang membosankan dan butuh kesabaran, ibuku tak jua kunjung tiba menjemputku pulang. Aku menunggu,  dalam penantianku Abid muncul ditempat kosku. Kuceritakan semua, dia hanya diam, tanpa penjelasan.
Aku mencoba mengalihkan hatiku, memecah pikiranku agar tidak teringat dan terbayang-bayang dengan sosok-sosok itu. Sambil menunggu kedatangan ibu, aku keperpustakaan kulalui jalan yang berdebu, namun kakiku terasa berat, sepertinya  ada sesuatu yang bergelayut dikakiku, ada juga yang terus mengikutiku, ku tengok sosok-sosok itu tak mau pergi dariku.
Seperti dipukul dengan martil, dan seperti menyunggi batu sangat terasa dikepalaku. Aku tidak sanggup lagi menunggu ibu lama-lama. Aku nekat pulang sendiri.
Linglung dan terseok-seok hatiku, aku duduk diatas bis menuju kotaku, aku pikir aku pulang sendiri ternyata disampingku ada sosok-sosok itu, begitu jelas wajah mereka. Yang satunya sedikit tua, dan bersahaja  dia seperti kakekku. Walaupun aku belum pernah melihat wajah kakekku tapi aku merasa dia adalah kakekku. Sosok satunya laki-laki muda yang tampan dan gagah, mereka setia menemaniku dalam perjalanan pulang. Mereka berdua mengapit kedua lenganku, menuntuntku turun dari bis, menuntunku melewati jalanan yang licin, akibat hujan yang baru saja berderai-derai didesaku,
“Lo.. kok pulang sendiri ndok,” teriak abahku sambil tergopoh-gopoh ingin menggapai tubuhku. Seketika Pecah tangisku , “ Abah..... Maafkan Aku, maafkan atas semua kesalahanku,” jeritku sambil merangkul abah. “ iya tidak apa-apa ndok,” jawab abahku sambil merangkulku, kemudian memegang leherku dan kulihat bibir abah bergerak gerak melafalkan sesuatu,”. Sakiittttttttt, ampuuun.” Pikiranku hilang, aku pingsan.

( Aku suka mbak zeze bah... biarkan aku menikah dengan mbak zeze... Izinkan aku dengan mbak zeze.. ,” . “jangan ganggu anakku pergi dari tubuh anakku. “)
Hanya wajah  Abid, tiang rumah adalah Abid, semua orang adalah Abid.
Ibu.. Abid kok g kesini ya... Abid dimana bu.. apa tadi dia kesini? Oh besok jam 10 Abid kesini bu..... benarlah terbukti jam 10 Abid kerumah.
“Kamu apakan anakku ha???,” dengan mata menyalang dan suara garang abah menatap Abid. “aku tidak ngapa-ngapain dia,” jawabnya. “Kok bisa seperti ini?,” Abah bertanya dengan peraan sedih yang mendera-dera. “ Aku suka zeze,tapi dia menolakku,” jawab Abid, dengan berani. “ Awas, jika tidak kamu cabut apa yang kamu tanam, akan kamu terima akibatnya,” Bergeretakan gigi abah menahan amarah. “ Iya, 40 hari lagi akan hilang,” jawab Abid mantap. “Pergi kamu dari sini aku tidak ingin melihat wajahmu, dan jangan lagi kamu dekati anakku,” Kata Abah dengan geram.  Dengan tanpa merasa bersalah Abid pergi meninggalkan kediamanku.
Abid... Kok tidak kesini ? kursi adalah abid, tiang rumah adalah abid, meja adalah abid, laki perempuan adalah abid. Semua adalah abid. 40 hari adalah abid, hanya abid. Benar-benar sudah menjadi orang gila.
Alhamdulillah .... kamu sudah lebih baik ndook?,” dengan penuh kasih sayang bercampur sedih  ibu  membelai rambut ku. Teman kamu Akbar sangat baik padamu, dia yang menjagamu dan merawatmu mencari obat untukmu. Kasihan ndok mengapa tidak kamu terima saja cintanya? Toh dia laki-laki yang baik, agamanya juga baik,” ujar ibu. Aku tidak suka bu, tidak tahu mengapa,” jawabku.
“Ibu.. Aku ingin kembali lagi ke Surabaya. Aku ingin melanjutkan kuliahku, tinggal selangkah lagi aku akan lulus, aku ingin berhasil  ibu,” Rengekku pada ibu. “ Iya nduk tapi tidak sekarang tunggu 1 minggu lagi, ibu khawatir terjadi apa-apa denganmu, kamu kadang masih pingsan g sadarkan diri,” Terang ibuku. “ Aku akan kuat ibu, aku pasti kuat melawan semua gangguan-gangguan yang datang kepadaku, dikampus aku tinggal mengerjakan skripsi, aku sudah tertinggal, teman-temanku sebentar lagi sudah pada wisuda. Aku tidak ingin perjuangan ibu dan abah dalam membiayai pendidikanku diperguruan tinggi terbuang sia-sia. Aku ingin menjadi guru. Dan membantu menyekolahkan adik-adikku. “ Rengekku kembali terdengar. Dengan terisak-isak, ibu berkata :” iya ndok, besok kamu boleh kembali kesurabaya, tapi jika ada apa-apa kamu langsung hubungi rumah atau langsung minta antar temanmu pulang, dan jangan lagi bertemu atau bergaul dengan Abid.” Iya bu,” jawabku.
Syukurlah zeze, kamu bisa kembali seperti sediakala, dan berkumpul dengan kami,” seru teman-temanku. Aku Cuma tersenyum. Ku lihat lagi kamarku yang sudah 1 semester aku tinggalkan, semakin remang dan penuh debu, hari pertama balik ke kosan kegiatan utama dan pertama adalah bersih-bersih kamar. Alhamdulillah aku sudah kembali dan bisa bergaul dengan teman-temanku lagi. Meskipun masih ada sisa-sisa makhluk ghaib  menggangguku. Tapi aku akan terus berjuang, melawan dan tidak mau kalah, jiwaku harus menjadi milikku, harus berada dalam penguasaanku. Jangan sampai dikuasai makhluk lain. Aku sungguh tidak ridho jika jiwaku, hatiku dikuasai oleh mereka, dan diobrak abrik oleh mereka. Jiwaku adalah rumahku, aku harus menjaganya agar tetap utuh.
“Kriiing.... Kriiing... Kriing, telepon berdering, isma yang mengangkat teleponnya. “Zeze... ada telepon untukmu,” teriak isma. Aku hentikan pekerjaanku yang hampir selesai. “Assalamu’alaikum,” ucapku. “wa’alaikumsalam.. zeze.., “ terdengar suara yang tidak asing dari seberang sana. Dek,! Aku terkejut. “Kamu bid? Ada apa telepon aku ? ,” Jawabku. “Aku ingin ke kosanmu,” jawabnya. “ Gini Bid, kita tidak usah lagi berteman atau bertemu, orang tuaku melarangku berteman denganmu jadi jangan ganggu aku,” ujarku. Hening sejenak tanpa ada suara.” Bid, Jujur aku ingin bertanya padamu, Apa kamu memang suka kepadaku? Cinta kepadaku? ,” tanyaku. “iya, aku suka kamu ze. Tapi aku tau diri dan aku juga tidak berani mengungkapkan perasaanku kamu pasti akan menolakku,” Jawabnya. Tapi jika kamu cinta aku mengapa kamu lakukan semua itu kepadaku ? mengapa kamu menghancurkan jiwaku? Mengapa kamu membiarkan aku seperti itu? Sakit bid,” ujarku. “ Cinta memang kejam ze,” jawab Abid sebagai penutup pembicaraan kami.
Waktu terus berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya, semua berjalan seperti biasa, aku kembali aktifitas dengan kuliahku yang tinggal selangkah lagi. Akhirnya aku lulus kuliah, diwisuda kemudian mengabdikan diri disebuah lembaga pendidikan. Mengajar dan mendidik putra putri bangsa dengan penuh kebahagiaan. Dan ibuku memandangku penuh bangga dan haru.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar