Selasa, 23 Juni 2020

Siapkah berakhlak di era digital ?

Zaman sekarang, masyarakat lebih banyak berinteraksi dengan gadget daripada langsung bertatap muka dengan sesama. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua. Gadget tidak hanya masuk ke rumah-rumah perkotaan maupun pinggiran kota, namun sudah masuk ke seluruh pelosok desa.

Gadget tidak lepas dari jaringan internet khususnya teknologi informasi, yang sudah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu masa sekarang ini bisa dikatakan masa/ era digital. Di mana, di era ini semua serba cepat, mudah dan instan serta bebas tanpa batas.

Sifat era digital yang bebas tanpa batas inilah terkadang membuat seseorang di luar kendali. Bebas berkomentar, berbicara, berpendapat bahkan bebas menilai seseorang. Kemudian muncullah berita-berita yang mengandung fitnah. Tidak jarang pula di media sosial seperti ; Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram dan media sosial lainnya kita menemukan orang-orang  dengan mudah dan seenaknya membuly, menghina, mengolok dan mencemooh. Padahal  memfitnah, membuly, mengolok-olok dan kawan-kawannya itu dalam Islam  termasuk perilaku tercela.

Syari'at Islam tidak hanya berlaku di dunia nyata. Namun, juga di dunia Maya selama yang mengotak Atik gadget itu masih bernafas syariat Islam tetap berlaku.

Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Akhlak menurut Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu MiskawaihAl Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak itu terkait erat dengan perilaku yang baik. Apabila seseorang berperilaku tidak baik, maka seseorang itu dapat di sebut orang yang tidak berakhlak. Orang yang tidak berakhlak berarti orang yang melakukan perbuatan tidak terpuji/ perbuatan tercela.

Lantas, bagaimana caranya seseorang  mengetahui bahwa perbuatan yang  dilakukan itu terpuji atau tidak terpuji?
1. Berdasarkan dalil Naqli baik bersumber dari Al Qur'an maupun Al hadits.
2. Berdasarkan dalil aqli dalam hal ini yang menjadi sumber utama adalah akal atau logika seseorang.
3. Berdasarkan kata hati/ nurani. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dan nuraninya digunakan pasti akan tahu apa yang diperbuat itu benar atau salah. Nurani tidak akan mengkhianati.

Selanjutnya mari kita otak Atik perbuatan yang sering kita temui di dunia teknologi informasi, seperti media sosial

A. Fitnah
Sering banget kita mendapati berita hoax atau tidak benar, apalagi berita tersebut tentang kejelekan seseorang. Hoax sama saja dengan fitnah. Bolehkah kita memfitnah? Fitnah jika ditinjau dari dalil Naqli baik Al Qur'an maupun Al hadits perbuatan tersebut termasuk berbuatan tercela bahkan diharamkan.
Berikut larangan fitnah dalam Islam.

1. Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. 
Terdapat dalam Q. S. Al Baqarah ayat 119.  Yang Artinya : “Dan bunuhlah mereka dimanapun kamu temui mereka, kemudian usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidil Haram terkecuali jika mereka perangi kamu di tempat tersebut. Jika mereka perangi kamu maka perangilah mereka. Demikianlah balasan untuk orang kafir.”

2. Dosa melakukan fitnah lebih besar dari pada membunuh.
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) mengenai berperang di bulan haram. Katakanlah “Melakukan perang pada bulan haram merupakan (dosa) besar. Tetapi menghalangi orang di jalan Allah dan ingkar kepada-Nya (menghalangi orang yang masuk) Masjidil Haram dan juga mengusir penduduk yang ada disekitarnya lebih besar (dosanya) menurut pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Mereka tidak akan pernah berhenti perangi kamu sampai murtad, jika sanggup. Barangsiapa orang yang murtad dari agamanya, kemudian dia mati dalam keadaan kekafiran maka akan sia-sia amalnya di dunia maupun di akhirat dan mereka merupakan penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya  ( Q.s. Al Baqarah ayat 217 )

Mengapa lebih besar dosa memfitnah daripada menghilangkan nyawa seseorang? Karena dampak akibat fitnah sangat besar. Pelan tapi pasti membunuh karakter seseorang. Membuat kekacauan apalagi di era digital sering terjadi fitnah secara massal melalui media elektronik yang bisa membuat kekacauan dunia. 

Di samping itu akan ada banyak orang yang terjatuh ke dalam dosa besar akibat fitnah dan banyak orang tidak menyadari hal tersebut.

3. Fitnah akan membuat hidup seseorang dalam penyesalan
Sebagaiman yang termaktub dalam Al Qur'an yang artinya
"Sedangkan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Mereka tidak akan pernah berhenti perangi kamu sampai murtad, jika sanggup. Barangsiapa orang yang murtad dari agamanya, kemudian dia mati dalam keadaan kekafiran maka akan sia-sia amalnya di dunia maupun di akhirat dan mereka merupakan penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya. ( Q.s. Al hujurat: 6)

3. Fitnah akan mencegah seseorang masuk surga
Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat “siapakah orang yang bangkrut?” lalu mereka berkata “orang yang tidak memiliki kekayaan”. Kemudian Rasulullah SAW berkata “Bukan itu, orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai amal ibadah.” Lalu sahabat bertanya kembali “Bahkan ketika orang tersebut mengerjakan shalat dan puasa?”

Dan Rasulullah SAW menjawab
“bahkan ketika dia shalat dan puasa karena perbuatan baiknya akan diberikan kepada orang yang terzalimi, dia ghibah dan juga fitnah bahkan perbuatan buruk orang yang di fitnah dan di tindas akan diberikan kepada orang yang memfitnahnya.”

Di samping dalil Naqli bila ditilik secara logika, melakukan fitnah itu tidaklah baik dan tidak dibenarkan karena dampak dari fitnah sangat besar. Bisa membuat kekacauan, kehancuran, menyakiti hati seseorang serta bisa mengakibatkan seseorang kehilangan segalanya. Jahat bukan?!

Adapun jika ditilik secara nurani, bahwa menyakiti hati seseorang hingga membuatnya menderita hancur berkeping-keping. Kehilangan segalanya sangat bertolak belakang dengan nurani manusia yang secara fitrahnya itu suci, bisa tahu mana yang baik dan benar.  Biasanya kalau seseorang melakukan keburukan hatinya tak akan tenang. Coba kita tanyakan pada hati kita masing2 apakah fitnah itu benar? Apapun alasannya fitnah tetaplah perbuatan yang tercela dan harus benar-benar dihindari dengan cara meningkatkan keimanan.

B. Mengolok-olok / membuly/ mencemooh, mencaci maki.
Fenomena sekarang ini sering kita saksikan saudara-saudara kita sesama muslim yang saling mengejek, saling menghina, dan saling mengolok-olok di media sosial. Berbagai gelar dan julukan yang buruk pun mudah terucap, baik melalui lisan atau melalui jari-jemari komentar di media sosial.  Ucapan-ucapan yang tampak ringan di lisan dan tulisan, padahal berat timbangannya di sisi Allah Ta’ala di hari kiamat kelak.

Mengolok-olok secara hati nurani termasuk perbuatan yang tidak dapat diterima oleh nurani kita yang membuat hati tidak tenang. Kecuali jika mata hatinya sudah buta dan menghitam.

Secara logika jika kita mengolok-olok pasti akan menyakiti hati seseorang, melukai perasaannya. Membuatnya bersedih dan malu.

Sedangkan dalam Islam sendiri telah jelas bahwa perbuatan seperti memberi dan memanggil gelar buruk, mengolok, mencela/ menghina adalah perbuatan yang dilarang berikut dalil naqlinya; 

1. Memanggil dengan gelar yang buruk sebagai bahan gurauan atau hinaan
Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk)” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

2. Mengolok-olok
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

3. Mencela orang lain sama saja dengan mencela diri sendiri
Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri” (QS. Al-Hujuraat [49]: 11).
Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit, dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam” (HR. Muslim no. 2586)

Dari dalil Naqli tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa memberi gelar buruk, mengolok, mencaci, menghina, mencela sama saja telah berbuat  kefasikan. Fasik sendiri berarti keluar dari ketaatan. Artinya semua perbuatan itu hukumnya dosa, dilarang keras oleh Allah dan RasulNya. Maka, mari kita hindari dengan cara meningkatkan keimanan, berhati-hati dalam berucap, dan menulis komentar. Pilih kata-kata yang tidak menyinggung perasaan orang lain.

Wallahu 'alam...
Semoga bermanfaat

Referensi :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Akhlak
https://www.google.com/amp/s/dalamislam.com/akhlaq/perbedaan-ghibah-dan-fitnah/amp
https://muslim.or.id/41414-saudaraku-sampai-kapan-kita-saling-mencela-dan-mengolok-olok.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar