Jumat, 14 Maret 2014

CERPEN : SEWINDU



Nyanyian desiran bayu, dan riak air berkejaran menjadi santapan alam, dikala cakrawala tersenyum dengan raut merah merona di ufuk barat, dia masih berdiri mematung di atas karang memandangi hamparan air biru dengan tatapan kosong. sepotong senja sudah mulai tersaji di bumi.. Senja yang mengingatkannya pada sosok yang mungkin dirinduinya dan berharap bisa bersua. namun, untuk kesekian kalinya entah yang keberapa dia menemui dan merasakan kekecewaan kembali.


Sudah sewindu, kegiatan tersebut hampir menjadi rutinitas sehari-hari. memorinya menyeretnya kembali pada saat awal mula dia harus seperti sekarang ini.  Delapan tahun yang lalu dia sedang ingin merefresh pikirannya setelah bergulat dengan tugas-tugas dari dosen, dia memilih berjalan ditepi pantai karena baginya pantai adalah tempat terindah dan birunya lautan mampu membuat hatinya adem. sambil bermain dengan riak air,  secara tidak sengaja dia melihat sosok yang teronggok tanpa daya. dengan ragu-ragu dia mendekati sosok itu ternyata seorang pria. didekatinya pria itu disentuhnya nadi dan pernafasannya. pria itu masih hidup. jiwa kemanusiaanya memanggil untuk menolongnya. karena tubuh pria itu lebih besar dari tubuhnya di seretlah pria itu dengan susah payah hingga mereka sampai kesebuah gubuk. dia berlari ke pemukiman warga dan minta tolong kepada salah seorang warga disana. mereka akhirnya diberikan tempat untuk sementara hingga pria tersebut  pulih kembali. dia merawat pri itu dengan sabar dan akhirnya dia tahu pria tersebut bernama,  Amir.

Selama setengah musim dia bolak balik antara Surabaya-Tuban untuk merawat pria itu, hingga benar-benar pulih.  pada suatu ketika dia tidak bisa balik ke surabaya dan terpaksa bermalam bersama pria itu.. tapi nahasnya warga marah dan membawa mereka ke pengadilan warga,  mereka diadili dengan tuduhan kumpul kebo. salah satu tokoh masyarakat melerai dan mngambil sikap bijak dan meminta penjelasan dari mereka berdua, akhirnya tokoh tersebut bersama warga menikahkan mereka untuk menghindari fitnah, dengan terpaksa mereka dinikahkan warga dengan wali hakim.

Mungkin benar adanya pepatah jawa: witing tresno jalaran songko kulino, karena sering bertemu akhirnya dia jatuh hati pada pria tersebut. mereka menjalani kehidupan bersama sebagai  suami istri tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Tiga musim berlalu,  Tatkala dia kembali dari kampus, dia mendapati gubuk tempat suaminya berada dalam keadaan kosong. dia berlari kesana kemari selayak Siti hajar berlari-lari  mencari air untuk sang buah hati, namun dia tidak seberuntung siti hajar yang menemukan zam-zam. dia hanya menemukan kekosongan dan kekecewaan disudut matanya. dia kembali lagi kedalam gubuk yang sudah melompong, dia pandangi setiap sudutnya dan wajah pria itu bersemburatan keluar, dia merasa sedih.  dia menemukan seutas kertas putih, setelah dibuka tampak ada coretan dilembaran tersebut " zizi, aku harus pergi, terimakasih atas semua. suatu hari jika takdir mempertemukan kita, kita pasti akan bersua kembali. dan jika takdir itu datang kembali aku harap tidak dalam keadaan disaat kau menemukanku tergeletak ditepi pantai tanpa daya. maafkan aku. Amir."  zizi memeluk surat itu dengan hati perih. tanpa terasa air matanya menggelinding seperti kelereng.  Memorinya buyar seketika saat melihat para nelayan berdatangan untuk melaut.

Tanpa terasa  dia menemukan dirinya sudah terlalu lama berdiri disana, dan menyadari hari yang mulai gelap. Seperti sebelumnya diapun beranjak pergi  dengan membawa kekecewaan. ketika dia berpaling dan melangkahkan kakinya ada suara yang menghentikan langkahnya.” zizi... apakah benar ini zizi," sapanya ragu. diapun menoleh kearah suara itu. dengan perasaan kaget dan rasa tidak percaya bibirnya bergetar mengeluarkan suara,” Mas amir?" tanyanya masih tidak percaya. “iya, ini aku," jawab amir sambil mendekat. mereka berpandangan dengan mata yang berkaca-kaca kemudian membentuk aliran sungai dipipi. maafkan aku zizi.. aku pergi tanpa memberitahukan kamu,"ucap amir. kamu kemana, mengapa kamu pergi begitu saja tidak tahukah kamu betapa terpukulnya hatiku. aku mencarimu kemana-mana seperti orang gila. Sewindu aku menantimu dan aku mencoba berusaha melupakanmu tapi tidak bisa. Senyummu selalu menari-nari diwajahku. Selama sewindu aku berusaha untuk mengembalikan rindu pada udara dan senja agar tiada lagi hujan dan kemarau dalam hatiku dan aku bisa menemukan musim yang baru dalam hidupku. tapii tetap saja aku tak mampu merasakan musim yang mencoba menyapaku hingga orgtuaku berduka karena aku," kata zizi penuh amarah. “iya.. aku memang bersalah padamu. tapi aku melakukan itu karena terpksa. Saat kau ke surabaya aku mencoba menghubungi keluargaku setelah kecelakaan yang menimpaku orang tuaku pasti khawatir dan mencariku, aku pikir aku harus memberi kabar pada mereka bahwa aku tidak apa-apa, namun yang menjawab telponku bukan ayah atau ibuku tapi pamaku dan mengabarkan orang tuaku sudah meninggal, mereka mengalami kecelakaan ketika ikut mencari mayatku," jelas amir dg suara lirih dan pilu. “ja... jadi telah terjadi sesuatu dengan orgtuamu,,? orgtuamu meninggal,? Apa kau tidak apa-apa? “tanya zizi dengan terbata-bata campur kaget. Dan khawatir” iya zizi, aku terlambat datang, seandainya  setelah aku pulih aku segera menemui mereka atau minimal memberitahu mereka bahwa aku selamat, pasti tidak akan terjadi apa-apa dengan mereka.," sesal amir.” tapi mugkin sudah takdir dari ALLAH aku harus kehilangan mereka tanpa sempat minta maaf dan bertemu mereka,” ujarnya lagi. “sabarlah mas.. janganlah menyalahkan diri sendiri setiap yang bernyawa pasti akan mati. dan kita tidak tau kapan dan bagaimana serta dimana nyawa kita diambil. yang terpenting bagi mereka saat ini adalah do'a anak sholeh yang dinanti mereka. jika mas menyalahkan diri sendiri mereka pasti akan sedih dan tidak tenang dalam kuburnya. buatlah mereka bersuka cita disana dengan tanpa henti untuk mengirimi mereka makanan dan makanan yg dibutuhkan mereka adalah do'amu,”jelas zizi meyakinkan amir. “apa yang kamu katakan benar dik,” jawab amir. Dan setelah orangtuaku pergi aku harus menjalankan usaha orgtuaku yang sedang di ujung tanduk kolap. aku harus mulai dari awal,  aku sendiri sudah berazam untuk tidak menemuimu sebelum aku berhasil. meskipun rinduku padamu menggerogoti jiwaku dan menyiksaku. Aku tidak mau menjadi bebanmu lagi. zizi... bolehkah aku hadir kekehidupanmu lagi dan menjadi bagian hidupmu,? aku ingin menjalin tali rumah biru bersamamu," tanya amir dengan tatapan penuh harap. zizi dengan  malu mengiyakan. mereka akhirnya bersepakat segera menemui orangtua zizi untuk mendapat restu. mereka berjalan bersama meninggalkan deru ombak yg bergulung  dan dengan diiringi senyuman rembulan mereka melanjutkan perjalanan.

BY.  EL – FAIZ

1 komentar: