Selasa, 18 Maret 2014

CERPEN : AKHIR KISAH SANG CALEG


Mentari sudah memperlihatkan senyum cerianya,  ketika mentari menyapa dengan tatapan hangatnya, sisa embun dikelopak mawar tampak berkilauan seperti batu kristal. Sambil menuangkan kopi , Bu Fulan mendekati suaminya.
Pak, .. apa tidak dipikirkan lagi niat Bapak untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif,? Tanya Bu Fulan dengan tatapan serius.”memangnya kenapa bu? aku sudah tidak bisa mundur lagi, dan itu sudah jadi niatku, dengan aku menjadi Anggota legislatif, ada harapan bagi kita untuk menaikkan prestise keluarga kita dan juga meningkatkan perekonomian kita. Jika aku menjadi Anggota legislatif semua yang berkaitan dengan perekonomian akan mudah untuk didapat, orang-orangpun akan segan dan hormat pada kita,” jawab Mr. X.  Tapi pak.. Bapak kan tidak dikenal masyarakat dan Bapak juga belum pernah menunjukkan hasil kerja nyata yang berguna bagi masyarakat. Aku khawatir Bapak gagal dalam pemilihan nanti, apalagi  saingannya sangat banyak, banyak orang yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif,” Ucap Bu Fulan.“ ah, ibu jangan khawatir, meski aku tidak dikenal dan juga tidak pernah berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat tidak masalah, sebentar lagi orang-orang juga akan kenal denganku lewat kampanyeku nanti, yang penting uang bu,  nanti aku tinggal menggelontorkan uang yang banyak pasti suara akan berdatangan kepadaku, siapa orang zaman sekarang yang tidak suka uang, apalagi yang bergambar mawar semua mata pasti akan berubah hijau.  Aku akan beli semua suara masyarakat daerah pilihanku,” Jawab Mr. X dengan penuh percaya diri. “ membeli suara? Bukankah itu suap pak? Dosa lo,” Tanya Bu Fulan tidak setuju. “itu bukan suap bu.. tapi hadiah, imbalan bagi mereka yang mau memberikan suaranya untukku,” kilah Mr. X. “ tidakkah semua itu  butuh dana yang besar sekali, uang dari mana pak ? tanya Bu fulan  khawatir. “ Aku akan menggunakan semua modal usahaku bahkan aku jual semua tanah yang kumiliki, jika itu belum cukup aku akan mengambil pinjaman ke Bank dengan jaminan surat rumah ini, dan BPKB kendaraan. “ jawab Mr. X enteng. “ Apa ? Jual semua harta yang telah kita kumpulkan selama bertahun-tahun? Itu tidak apa bagiku Pak, tapi jika harus meminjam uang dari bank dan menggadaikan rumah ini aku kurang setuju,” nanti bayarnya dengan uang apa? Sementara modal usaha Bapak juga sudah Bapak gunakan untuk biaya pencalonan Bapak,” ujar bu fulan lagi. “gampang bu, jika aku sudah menjadi Anggota Legislatif semua hutang-hutangku pasti akan terbayar dan semua modal yang aku gunakan untuk biaya mencalonkan diri sebagai anggota Legislatif akan kembali bahkan berkali-kali lipat. kan lahan disana sangat basah bu,” jawab Mr. X dengan tersenyum tipis. “ yang perlu ibu lakukan saat ini diam saja, ok! Sudah siang, aku pergi dulu sudah ditunggu tim suksesku,” ucap Mr. X sambil berdiri kemudian keluar meninggalkan Bu Fulan yang masih bengong.

Wajah Mr. X mulai hadir di sepanjang jalan utama, dan ditempat-tempat yang letaknya strategis, wajahnya juga menjadi buah dan sekar pepohonan di pinggir jalan, tidak hanya dijalan utama tapi juga dijalan setapak,  jalan-jalan kampung terpampang wajah Mr. X, dengan senyum yang telah disetting. Wajah Mr. X ada di tembok-tembok kampung, pagar-pagar rumah orang, tiang listrik bahkan diantena rumah-rumah warga.
Kemudian Mr. X juga mulai berbaur dengan masyarakat, mengikuti kegiatan keagamaan, yang dulu jarang  bahkan nyaris tidak pernah diikutinya dengan alasan sibuk dan baginya hanya buang-buang waktu dan uang , mulai dari kegiatan tahlil, yasin, manaqib, sholawat semua diikuti, dimana disitu ada kumpulan orang dia pasti hadir dengan menampakkan wajah ramah tamah, dan membagi-bagikan nasi kotak plus kue dan air mineral sebagai jamuan, menyapa setiap orang yang dia temui.
Dia menjadi begitu dermawan, setiap ada kegiatan yang membutuhkan dana, dia yang menyokong dana tersebut. Dua bulan dia sibuk berkunjung ke majelis-majelis dizikir, juga hadir ke perkumpulan ibu-ibu arisan. Mengundang banyak orang untuk mengkampanyekan dirinya.

Pemilihan telah tiba, Tim suksesnya mulai bergerak membagi-bagikan uang bergambar  mawar, masing-masing suara  mendapatkan 2 lembar, karena rivalnya  juga mengeluarkan 2 lembar mawar merah.

Ibu Fulan deg-degan mengikuti penghitungan suara. Setiap waktu rasanya  jantungnya mau berhenti berdetak. Tapi dia menguatkan hatinya agar tidak jatuh, jantungnya semakin mau lepas dari tubuhnya, ketika nama suaminya tidak terdengar sama sekali.

Sementara Mr. X merasa pening, diwajahnya ada gurat kekecewaan kemudian dia pergi meninggalkan tempat penghitungan suara, sesampai dirumah dia menggebrak meja, Pengkhianaaaat! Semua orang mengkhianatiku! Aku sudah menghabiskan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk mereka, tapi apa? Apa? Mereka mengkhianatiku,” Teriaknya.
 Mr. X masuk kekamarnya dia bersembunyi dan tidak mau keluar, bahkan panggilan istri dan anak-anaknya tidak dia hiraukan. dia mulai menangis sendiri, kemudian tersenyum, lalu tertawa. Menyeracau tak karuan. Bu Fulan memandangi suaminya dengan perasaan sedih dan khawatir. “ Suamiku.. mengapa terjadi seperti Ini,” bisik Bu Fulan dengan isak tangis yang tertahan.

Mr. X sudah tidak mengenali istri dan anak-anaknya. Dia berada dalam dunianya sendiri, yang dia lakukan hanya termenung, tertawa, menangis, mengoceh sendiri dengan tatapan kosong.
Fan putih datang membawa Mr. X secara  paksa. Tampak dari kejauhan Mr. X, berada di sekitar orang-orang yang jiwa dan akalnya hilang,  disebuh gedung megah dengan halaman yang luas, dia berada dirumah sakit jiwa.

Sedangkan, ditempat lain Bu Fulan dan anak-anaknya di usir dari rumah mereka dan didepan rumahnya tertempel tulisan di SITA.
BY. EL- FAIZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar