Gemericik
air dari langit masih terdengar, bau tanah telah lenyap dibawa angin yang
berhembus. Aku masih enggan berpisah
dari guling dan selimut, ‘ tok-tok ! ani.. bangun, sudah siang.. kamu sudah Subuh apa belum,? Ayo
bangun,” Teriak ibu dari luar. Aku diam saja tidak menjawab karena tadi aku
tidak subuh entah untuk keberapa kalinya, aku jarang subuh. An.. ayo bangun, cepetan mandi.. entar telat kesekolah, lo.
Terdengar suara ibu dari luar sambil menggedor-gedor pintu kamarku.
Iya
bu.. ni dah bangun, jawabku. Ahh .. aku menggeliat. Rasanya mata ini lengket
dan tak mau di buka, bulu dibahuku juga pada berdiri, dingin menusuk kulitku.
Aku tengok weker diatas meja. Waduh dah siang !!! aku langsung terbirit-birit
ambil handuk, meski dingin aku tetap paksakan untuk mandi.
Tunggu
pak.... teriakku dengan keras. Pak parno si satpam sekolah akan menutup pintu
gerbang. Dengan ngos-ngosan aku berlari mengejar kesempatan untuk mendapatkan
pintu masuk kehalaman sekolah meski lebarnya tinggal selebar tubuhku yang
kurus. Cepetan ning.. kata pak parno. Ya pak... . alhamdulillah.. aku masih
bisa masuk halaman sekolah.helaku dengan lega. Sementara teman-teman yang ada dibelakangku sudah tidak boleh masuk
dan disuruh pulang.
Ani,!.
ada suara yang memanggilku. Aku menengok
kebelakang. ‘tuh dipanggil bu ratna’,
kata sinta. Ibu ratna memanggilku?? Tumben amat bisikku. “Ada apa sih sin, Pagi-pagi ibu ratna memanggilku?’ tanyaku. “G
taulah’, Jawab sinta sambil ngeloyor
pergi.
Assalamu’alaikum.
Ucapku dari balik pintu. Wa’alaikumsalam,
balas bu Ratna dari dalam ruanganya. “Maaf bu Kata Sinta Ibu
memangilku?? Tanyaku. Iya betul
ani, ayo masuklah ada yang mau saya
bicarakan denganmu. Silahkan duduk.” Terimaksih bu, jawabku. Begini an ada
perlombaan olimpiade Matematika tingkat Jawatimur, dan apabila lolos akan
didelegasikan sebagai perwakilan propinsi jawatimur dikancah perlombaan
Nasional. Nah, Ibu berharap kamu
mengikuti olimpiade tersebut, nanti ibu daftarkan. Untuk dijawatimur akan
dilaksanakan sebulan lagi. Bagaimana ?tanya bu ratna kepadaku. saya, bu?? Tidak bu saya tidak bisa. Jawabku
seketika itu. Loh napa?? Tanya bu ratna. Aku tidak bisa matematika bu. Jawabku
lagi. Siapa bilang kamu tidak bisa matematika. Kamu itu punya bakat dalam ilmu
matematika hanya saja belum terasah dengan benar. Nah, dimomen ini kamu bisa
mengasah bakatmu dalam ilmu hitung tersebut. Dan nanti selama sebulan ada guru
yang akan membimbingmu dalam memahami dan menguasai matematika. Asal kamu ada
niat dan kemauan yang keras, pasti kamu mampu. Kata bu ratna panjang lebar.
Tapi, bu.. ,” selaku. “tidak ada tapi-tapian, kapan lagi kamu akan mencoba kamu
bisa atau tidak bisa itu belum jelas karena belum pernah kamu coba. Nah
sekarang ini waktunya, mumpung ada kesempatan. Dan kamu nanti tidak sendiri,
ada teman sekelasmu juga kok yang mengikuti perlombaan ini,” Jelas bu ratna.”
Teman sekelasku?? Siapa bu?? Sergahku. Rudiawan an, bukannya sekelas denganmu,?” Jawab
bu ratna dengan tenang. Rudiawan ? tanyaku untuk meyakinkan. Iya, jawab bu
ratna dengan penuh keyakinan. Nanti kalian akan menjadi partner dalam belajar
dengan didampingi guru pembimbing. Tiba-tiba. Jantungku berdegup tak karuan. Seketika
anganku melayang, aih Belajar bersama dengan rudiawan..? batinku.’ Gimana ani,
kamu siap? , tanya Bu ratna mengagetkanku.I,i,iya bu insya Allah. Jawabku tanpa
sadar. Bagus! ‘kamu pasti bisa. Bu ratna menepuk pundakku! Aku langusng permisi
meninggalkan ruangan bu ratna.
Rudiawan
akan menjadi partner belajarku selama sebulan ?? rudiawan cowok yang cool abis,
tampan, sopan dan lemah lembut serta taat ibadah akan menjadi partnerku?? aiih
benarkah ini? Aduh, sakit juga ketika aku mencubit pipiku sendiri untuk
meyakinkan bahwa apa yang aku dengar dari bu ratna bukan ilusi atau mimpi
semata. Aku sangat gembira sekali, bisa kenal lebih dekat dengan dia.
Seperti
biasa, setiap pagi dimusim kemarau mentari selalu tersenyum merekah bahkan
terkadang terlihat tertawa terbahak yang bisa membuat pening kepala dan
menggelapkan kulit. Aku masih tergeletak dipembaringan enggan bangkit, apalagi
hari ini sekolah libur, tapi tidak seperti biasa hari yang biasanya aku nikmati
dengan menonton TV, atau bersantai ria dirumah hari ini aku harus pergi ke
Sekolah, sesuai dengan intruksi dari Bu Ratna bahwa mulai hari ini aku ada
tambahan materi selain hari-hari biasa sepulang sekolah, belajarku harus
digenjot setiap hari mengingat perlombaan sudah didepan mata.
Assalamu’alaikum...
“ ucapku. Wa’alaikumsalam... sahut seseorarng dari dalam ruang. Wah..
Rudiawan... teriakku dalam hati. Hmm senengnyaa...!. “ masuk an,” sapa
pembimbingku. Emm maaf pak saya telat datang, tadi bangun kesiangan,” Kataku
memberikan penjelasan. Ya gak apa-apa kok. Bapak juga baru datang belum 5 menit
disini. Jawab pak Handoko. Aku tersenyum senang.
Aku
dan Rudiawan bersama-sama belajar hitung, aku sering minta bantuan kepada
Rudiawan untuk membantuku menyelesaikan soal-soal yang belum aku pahami, dia benar-benar
menguasai materinya. Dia pandai, dan jenius,” Batinku dengan rasa simpatik yang
luar biasa.
Seiring waktu berlalu kami semakin akrab, dan
bersama-sama giat mempelajari ilmu hitung tanpa kenal waktu. Rudiawan juga
cowok yang menyenangkan dan nyambung diajak ngorol. Karena sering jalan bareng hingga menimbulkan
rasa jengkel dan iri teman-teman yang lain. Sementara aku cuek bebek saja.
Pada
saat menjelang olimpiade tiba, aku sudah bersiap-siap datang ketempat lokasi
olimpiade sesampai disana aku hanya menemukan pak Handoko mondar-mandir
sendirian sambil sekali-kali menengok arlojinya. Assalamu’alaikum pak Handoko,”
sapaku. Wa’alaikumsalam ani... syukurlah kamu sudah datang acaranya sebentar
lagi dimulai. Mana Rudiawan? Tanya Pak Handoko heran. Loh... saya malah
mencari-cari rudiawan pak dan ingin tanya ke Bapak dimana Rudiawannya. Ujarku
panik.
Limabelas
menit lagi olimpiade dimulai aku harus
masuk keruang olimpiade, mataku melirak lirik kemana-kemana untuk menemukan
sosok yang aku cari yaitu Rudiawan. Rudiawan masih belum kelihatan batang
hidungnya. Aku menoleh ke Pak Handoko, ku lihat pak handoko sedang berbicara
dengan seseorang di telepon, pak Handoko mendekatiku dan memberi kabar bahwa
Rudiawan masuk rumah sakit, dan memberikan handponnya kepadaku katanya ada yang
ingin berbicara denganku. Assalamu’alaikum.. sapaku untuk orang diseberang.
Wa’alaikumsalam.. ani. Terdengar suara lemah dsana. Rudiawan ?” tanyaku. “hehe
iya.. maaf aku tidak bisa berjuang denganmu, pada saat aku terburu-buru
berangkat aku tidak melihat kalau ada kendaraan melintas dengan kencangnya, aku
tertabrak dan kata dokter aku harus dioperasi. Jawabnya. Operasi ? tanyaku. Mengapa
harus dioperasi, apa separah itu? . Iya ani,
maafkan aku ya, Kamu harus
berjuang disana sendirian, kamu harus menjadi nomor satu. Ok! Kata Rudiawan.
Diam-diam airmataku meleleh, rasa sedih menusuk-nusuk.” Iya Rud, pasti aku akan
menjadi nomor satu, tapi kamu juga harus berjuang untuk sembuh. Kamu harus
berhasil dalam operasi ini. Kamu janji ya...aku akan membawa piala untuk kamu,
tapi kamu juga harus memberikan senyuman ke aku nanti setelah perjuagan ini.
Oke ! kataku penuh harap. Oke ani... semoga berhasil ya. assalamu’alaikum.
Wa’alaikumsalam.. aku menutup telepon dengan rasa sedih.
Ku
tatap Pak Handoko, beliau menepuk pundakku kemudian mengangguk dan memberi
semangat kepadaku untuk berjuang sendiri melawan 300 peserta yang lain untuk
mendapatkan nomor satu di olimpiade ini.
Hasil
olimpiadepun diumumkan, deg-degan rasa hatiku. Dimulai dari juara harapan 3, 2,
1. Kemudian juara 3, 2, namaku tidak terdengar samasekali, ketika sampai pengumuman
juara 1 pikiranku masih tertuju pada Rudiawan, aku mengkhawatirkan keadaannya
saat ini. Tiba-tiba Pak Handoko bersorak, Alhamdulillah... Allahu Akbar, Ani
kamu berhasil, kamu juara 1. Kata Pak Handoko penuh semangat. Apa?? Aku
terbelalak kaget tidak menyangka, memang
itu namaku yang disebut untuk maju kedepan menerima piala sebagai juara 1.
Alhamdulillah... ucapku dalam sujud syukur.
aku
langsung pergi dan menuju ke rumah sakit tempat handoko di operasi, aku ingin
menunjukkan piala ini ke dia. Saat tiba di lorong rumah sakit, aku melihat
keluarga Rudiawan sedang menangis, ada apa?? Apa yang terjadi?,”Tanyaku dalam
hati.
Kemudian
aku melihat Ayah Rudiawan mengikuti suster
mendorong pasien yang ditutupi kain putih. Aku mencari tahu, ternyata
operasi Rudiawan mengalami kegagalan, dia kehabisan darah, sementara golongan
darahnya sangat langka dan persediaan darah yang dibutuhkan Rudiawan sudah
habis. Akhirnya Rudiawan tidak tertolong lagi.
Aku
lari sekencang-kencangnya berharap itu hanya mimpi semata, tapi sayup-sayup ditelingaku
mendengar bahwa itu bukan mimpi. Bu Ratna menggandengku dan mengatakan bahwa
setiap yang bernyawa pasti akan mati, dan saat ini Rudiawan sudah memasuki
peristiwa itu. Do’akan dia. Dan ikhlaskan mungkin itu yang lebih baik untuknya.
Ucap Bu Ratna dengan lembut.
Kemudian
aku mengambil air wudlu dan sholat dimushola rumah sakit. Aku berdo’a untuk
Rudiawan. Allahummahfirlahu, warhamhu, wa’afihi wa’fu anhu.
Allahummalaatahrimna ajrohu wala taftinna ba’dahu waghfirlana walahu.
Aku
semakin menyadari bahwa kematian tidak memandang usia, jika sudah tiba kematian
itu tidak bisa di ajukan atau ditunda. Sejak saat itu, aku mulai belajar Agama
dengan benar, menutup aurat dan menjalankan semua kewajiban yang sudah
dibebankan kepadaku sebagai seorang Muslim, menjauhi segala bentuk larangan dan
kemaksiatan. Biasanya sholatku bolong-bolong sekarang tidak lagi. Aku ingin
mengumpulkan bekal untuk kehidupanku disana kelak. Mulai sekarang Aku bertekad
untuk menjadi Muslimah yang Kaffah.
BY.
EL- FAIZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar