Rabu, 16 November 2011

NI'MAT YANG TERLUPAKAN

Kalender menunjukkan bulan September, rinduku pada hujan belum juga sirna, bahkan rindu itu makin menggebu, dan meranggas dalam kalbuku, aku merindukan
hujan mengguyur tanah yang kupijak. Enggan yang aku rasakan bila keluar rumah karena kulit pasti akan tersengat matahari yang terasa seperti hendak membakar tubuhku. Sudah berapa minggu bahkan sudah entah berapa bulan rasanya berbulan-bulan aku tak mendengar rintiknya yang berjatuhan diatap rumah juga ntah dah berapa lama aku tak melihat butiran-butiran kecil bak mutiara yang tumpah dari langit biru.

Aku sudah lupa kapan terakhir hujan menyentuhku. Rindu itu makin mengusikku, terutama apabila aku dalam sendiri dan sunyi. Hujan bagiku seperti melodi yang sempurna, irama yang eksotik dan menentramkan hati. Aku terus saja berharap hujan datang mengiringi langkahku tak peduli hawa dingin yang dibawanya. aku terus berharap dan berharap meski aku tahu bahwa memang masa ini adalah musim kemarau. Tapi tetap aku tak mau mengerti. Hujan selalu aku nantikan terutama ketika aku merindukan kasih sayang. Aku merasa Tuhan membelai hatiku lewat rintik sunnatullah Nya, Dia mendamaikan hatiku lewat simpony SunnatullahNya ketika hujan membasahi bumi dengan membawa aroma bau tanah. Aku sedikit murung, karena hujan tak jua kunjung tiba, tak jua menyapaku dengan angin sepoi yang menyertainya. Aku mendesah dengan gelisah. Ah, dimana hujan memutar arah anginya. Sudah terlalu lama aku menunggu. Tiba-tiba ada bunyi klik dari ponselku, pesan singkat dari teman dirantau orang “ dingiin disini hujan deras banget” isi dari sms yang dikirim temanku. apa? di daerah lain hujan turun dengan derasnya? “kataku dalam hati. Dan Rinduku akan hujan semakin meletup-letup bahkan meledak-ledak tak terkendali. Aku heran mengapa bisa seperti itu, padahal ditempatku tak ada satupun butiran yang jatuh? Ada apa ini? Aku terus bertanya-tanya. Dengan penuh rasa iri dan jengkel aku membungkus tubuhku dengan selimut tanpa peduli gerah menggelayuti tubuhku. Aku semakin resah dan gelisah dan disaat aku merasa tak tahan menahan panasnya aku keluar kamar mengambil sebotol air dingin untuk mengusir panas yang mendera. Dan ketika aku melintas didepan layar kaca, aku tertegun dan terhenti seketika ternyata ada sebuah berita yang tidak menyenangkan dan juga memprihatinkan serta menggugah empati setiap orang, bahwa dibeberapa daerah mengalami “kekeringan dan kekurangan air bersih”. Ku tersekat melihat di salah satu stasiun televisi banyak daerah yang kesulitan mendapatkan air untuk memasak apalagi untuk mandi. Mereka harus bersusah payah mencari air, meski ketempat yang jauh yang penting mendapatkan se ember air. Bahkan diantara mereka mengkonsumsi air kotor yang berbau tidak sedap. Dadaku terasa penuh sesak... astaghfirullahal adhim, bisikku dalam hati. air mataku meleleh, kepalaku seperti tertimpa benda yang berat dan terus menindih jiwaku. Ya Allah... aku seharusnya bersyukur karena kondisi ditanahku tidak sampai kekurangan air. Aku masih bisa mandi dengan air yang jernih dan segar sepuas hati tanpa harus membeli. Aku masih bisa minum, mencuci piring dan pakaian tanpa bersusah payah, semua aku dapatkan secara Cuma-cuma. Gratis! Tapi mengapa aku tidak bersyukur? Kenikmatan Tuhan yang mana lagi yang aku abaikan dan lupakan ? astaghfirullahal adhim.. batinku telah berada di ujung tanduk keingkaran akan nikmatMu. Ya Allah.. Ampuni hambaMu ini yang tidak bersyukur atas apa yang ENGKAU beri. Aku tertelungkup malu. Dengan lirih aku berucap alhamdulillah. Walaupun hanya sebatas ucapan astaghfirullah dan Alhamdulillah, dengan penuh keinginan Semoga Allah menjadikanku bagian dari orang-orang yang pandai bersyukur. Aamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar